Pembantaian sadis dan pembakaran rumah tempat beribadah yang terjadi di Desa Lembatongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulteng, Jumat (27/11/2020), telah menarik perhatian seluruh komponen dalam bangs aini, tidak terkecuali pemerintah RI, Presiden Joko Widodo yang akrab di sapa Jokowi.
Lewat kanal youtube secretariat presiden dan website presidenri.go.id, perkataan tegas presiden RI dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin 30 November 2020, di publish. Presiden RI, Jokowi mengutuk keras segala bentuk tindak teror dan di luar batas kemanusiaan yang terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Presiden juga menegaskan bahwa tak ada satupun tempat di Tanah Air bagi tindak terorisme tersebut.
“Tindakan yang biadab itu jelas bertujuan untuk menciptakan provokasi dan teror di tengah masyarakat yang ingin merusak persatuan dan kerukunan di antara warga bangsa,” ujarnya.
Bersamaan dengan itu, sebagai kepala negara, Jokowi menyampaikan dukacita mendalam bagi keluarga korban. Dan juga berjanji akan memberikan santunan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Selain itu Presiden Joko Widodo telah meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk mengusut tuntas jaringan pelaku teror itu hingga ke akarnya. Kepada Kapolri dan Panglima TNI, Kepala Negara juga menginstruksikan peningkatan kewaspadaan.
“Sekali lagi, saya tegaskan bahwa tidak ada tempat di Tanah Air kita ini bagi terorisme,” kata Presiden.
Menyikapi aksi tersebut, Presiden mengajak seluruh masyarakat untuk tenang dan tetap menjaga persatuan sambil meningkatkan kewaspadaan. Dalam kondisi saat ini, semua elemen masyarakat harus bersatu melawan terorisme.
Sedangkan, Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII), tidak hanya soal pembantaian di Sigi yang menjadi perhatian. Lewat press release yang dikeluarkan PGLII, 29 November 2020, mengungkapkan keprihatinan sekaligus kecaman.
Diantaranya, pertama, telah terjadi pada 19 September 2020 penyiksaan dan pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani tokoh Gereja GKII sekaligus sebagai tokoh masyarakat di distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua, yang menyebabkan 7 jemaat melarikan diri ke hutan karena dilanda rasa takut. Hingga kini tidak begitu pasti keadaan 7 jemaat tersebut.
Kedua, telah terjadi pada 19 November 2020, penembakan di puncak belantara Limbaga, Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, yang mengakibatkan 5 orang warga gereja yang hendak pulang libur Natal, 4 di antaranya anak sekolah meninggal dunia, dan 1 orang dalam keadaan kritis.
Ketiga, telah terjadi pada 27 November 2020, penyerangan dan pembunuhan secara biadab atas gereja Bala Keselamatan dan rumah jemaat di wilayah Lewonu Lembantongoa dan Tokeleno, Sulawesi Tengah yang mengakibatkan: Gedung gereja Pos Pelayanan Gereja Bala Keselamatan dibakar; 6 rumah jemaat dibakar, 4 orang warga gereja meninggal dunia.
PGLII, meminta pemerintah untuk menyelidiki rentetan peristiwa tersebut apakah berdiri secara sendiri-sendiri atau ada motif tertentu, sehingga pendeta, warga gereja yang sederhana, dan rumah ibadah secara beruntun telah menjadi korban dari berbagai kebiadaban.
Ketua Umum PGLII, Pdt. Ronny Mandang, mengecam dan prihatin, atas peristiwa demi peristiwa yang menjadi catatan kelam menjelang akhir tahun ini. Pemerintah diminta untuk segera bertindak sesuai dengan UUD 1945, demi menjamin keberlangsungan hidup dari setiap warganegara di manapun di bagian wilayah Indonesia.
Pdt. Ronny Mandang juga mendesak kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, untuk mengusut secara tuntas peristiwa-peristiwa seperti ini, yang menciptakan situasi intoleransi di masyarakat dan meminta dihentikannya kebiadaban-kebiadaban yang telah menimbulkan korban nyawa dari umat Kristen.
Majelis Umat Kristen Indonesia (MUKI) yang dipimpin oleh Djasarmen Purba, SH dan Sekretaris Jendral, Pdt. Drs. Mawardin Zega, M.Th, juga mengeluarkan pernyataan sikap, diantaranya, mengutuk dengan keras segala bentuk kekerasan, tindakan teror, pembunuhan dan
pembakaran rumah penduduk yang dilakukan kelompok teroris di Lembatongoan, Kabupaten
Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
MUKI mendorong pemerintah untuk dapat menangani persoalan ini dengan cepat, secara transparan, profesional dan proporsional sehingga kejadian teror seperti ini tidak terulang kembali.
Selain itu, MUKI meminta pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan dan perlindungan serta kenyamanan bagi warga negara dan masyarakat Indonesia secara menyeluruh sehingga masyarakat dapat menjalankan kembali aktifitasnya sehari-hari tanpa ada kekhawatiran dan ketakutan. (NBS)